Pesan-pesan Perbaikan Diri Hasan Al-Bashri
“Aku tahu rezekiku tidak akan diambil orang lain.
Karena itulah qalbuku selalu tenang.
Aku tahu amal perbuatanku tidak akan dapat ditunaikan orang lain.
Karena itulah aku sibuk mengerjakannya.
Aku tahu Allah selalu mengawasiku.
Karena itulah aku selalu merasa malu bila Dia melihatku dalam keadaan maksiat.
Dan aku tahu kematian itu sudah menungguku.
Karena itulah aku selalu menambah bekal untuk hari pertemuanku denganNya.”

Begitulah jawabannya jika pertanyaan tentang dunia diajukan kepada Hasan Al-Bashri. Jika direnungi lebih dalam, kalimat bijak itu seolah menasihati kita bahwa harta yang ada di tangan kita belum tentu merupakan rezeki kita, selama ia belum kita makan atau manfaatkan. Jika harta itu dicuri orang, maka ia berarti bukan rezeki kita. Sikap kita terhadap rezeki semestinya adalah ikhtiar, berdoa, bersabar, dan menggunakan apa yang kita miliki di jalan Allah.
Menurut ulama yang tenar di wilayah Basrah ini, setiap mukmin itu pengelola dirinya sendiri. Ia menghisab dirinya atas ketaatannya kepada Allah Ta’ala. Hisab sebagian orang dipermudah pada hari kiamat, karena mereka memuhasabahi (mengevaluasi) diri mereka di dunia, namun hisab sebagian orang dipersulit karena mereka mengerjakan banyak hal tanpa muhasabah.
Terlahir dengan nama Hasan bin Yasar, ulama ini berayahkan maula (hamba sahaya laki-laki yang dimerdekakan. Red) milik sahabat yang mulia Zaid bin Tsabit dan beribu Khairah, maulat (hamba sahaya perempuan yang dimerdekakan. Red) milik Ummu Salamah, istri Rasulullah saw.
Hasan lahir di Madinah, sekitar tahun 30 H. Dia tumbuh di rumah istri-istri Rasulullah, terutama Umu Salamah. Dia terdidik di pangkuan Umu Salamah yang merupakan salah satu wanita Arab yang paling sempurna akal pikirannya, paling bijaksana, paling luas ilmunya dan paling banyak meriwayatkan hadist dari Rasulullah. Umu Salamah juga termasuk hitungan wanita Arab yang tahu tulis baca di zaman Jahiliah. Hasan mendapat kehormatan dapat menyusu dari Umu Salamah pada saat ibunya pergi untuk suatu keperluan. Maksud Umu Salamah hanya untuk menghibur Hasan kecil yang sedang menangis karena lapar, namun dengan kehendak Allah dari tubuhnya keluar air susu.
Demikianlah Hasan kecil terus berpindah-pindah dari rumah Ibu kaum Mukminin yang satu ke rumah Ibu kaum Mukminin yang lain. Dari iklim yang bersih itu Hasan menghirup akhlak, agama dan ilmu pengetahuan.
Selain iklim yang kondusif tersebut, ilmunya diperoleh Hasan dari berguru kepada sahabat-sahabat terkemuka di Mesjid Rasulullah saw, seperti; Usman bin Affan, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy‘ari, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah dan Abdullah bin Umar.
Kemudian ia pindah ke Basrah bersama kedua orang tuanya. Basrah pada saat itu adalah salah satu pusat keilmuan terbesar. Masjidnya selalu ramai dengan para sahabat yang datang silih berganti, terutama Abdullah bin Abbas yang selalu disertai oleh Hasan Al-Bashri. Dari sahabat inilah dia belajar tafsir, hadis dan ilmu membaca Alquran. Dari sahabat lain Hasan belajar fikih, sastra dan bahasa, hingga menjadi orang yang ilmunya paling banyak pada zamannya.
Akhirnya banyak orang yang mendatangi majlis pengajian Hasan yang menjadi banyak dicintai orang dan namanya terkenal ke mana-mana. Sampai-sampai salah seorang sahabat dekatnya, Khalid bin Shafwan mengatakan, “Dia adalah orang yang batinnya sama dengan lahirnya dan perkataannya sama dengan perbuatannya. Apabila berpesan untuk melakukan kebaikan dia adalah orang yang paling banyak melakukannya dan apabila melarang dari keburukan dia adalah orang yang paling banyak meninggalkannya. Saya benar-benar telah mendapatkannya sebagai orang yang tidak membutuhkan orang lain di saat orang lain sangat membutuhkan dirinya.”
Maslamah bin Abdul Malik pun berkomentar tentang dirinya, “Bagaimana bisa tersesat suatu kaum padahal di dalamnya ada Hasan Al-Bashri?”
Hasan Al-Bashri bahkan tidak pernah meninggalkan memberikan nasehat kepada para penguasa apabila hal itu dia anggap benar, meskipun keras. Sampai pada saat dimintai pendapat oleh Umar bin Hubairah tentang perintah yang diberikan oleh khalifah Yazid bin Abdul Malik yang menurtnya tidak tepat. Katanya “Ibn Hubairah! Takutlah kepada Allah dalam melaksanakan perintah Yazid dan jangan takut kepada Yazid dalam melaksanakan perintah Allah. Ketahuilah bahwa Allah swt. pasti melindungimu dari Yazid, sedang Yazid tidak mampu melindungimu dari Allah. Ibn Hubairah, sebentar lagi akan datang kepadamu seorang malaikat yang kejam dan tidak pernah melanggar perintah Allah, untuk memindahkanmu dari dipan dan istana yang luas ini ke kuburan sempit yang tidak engkau temukan Yazid di sana. Sebaliknya engkau akan menemukan amal perbuatanmu yang melanggar perintah Tuhan Yazid. Ibn Hubairah! Jika engkau bersama Allah dan taat kepada-Nya, akan selamat dari musibah Ibn Abdul Malik di dunia dan akhirat. Tetapi jika bersama Yazid dalam melakukan maksiat kepada Allah, Allah akan menyerahkan dirimu kepada Yazid. Ketahuilah wahai Ibn Hubairah! Bahwa seorang makhluk —siapapun orangnya— tidak boleh ditaati jika dia melanggar perintah Allah.” Ibn Hubairah lalu menangis hingga air matanya membasahi janggutnya.
Pesan-pesan Hasan Al-Bashri mampu menggetarkan hati, menggugah orang-orang yang lalai dan membuat air mata pendengarnya bercucuran. Pesannya, “Permisalan antara dunia dan akhirat adalah bagaikan timur dan barat. Apabila engkau bertambah dekat ke salah satu dua arah itu, berarti anda telah bertambah jauh dari akhirat. Dunia adalah kampung, permulaannya susah payah dan akhirnya kebinasaan. Dalam barang halalnya perhitungan, dan dalam barang haramnya siksaan. Barangsiapa merasa cukup dengannya, dia telah tertipu. Barang siapa membutuhkannya, dia bersedih.”
Pesan-pesan Hasan Al-Bashri masih mampu menggetarkan hati bahkan hingga ia telah tiada. Hasan Al-Basri wafat pada tahun 110 H. Ketika itu penduduk Bashrah berbondong-bondong mengantar jenazahnya pada hari Jumat, awal Rajab. Semoga Allah memberinya rahmat dan kasih sayang yang luas.(dari berbagai sumber/jati)